pelangi hati

Diberdayakan oleh Blogger.

welcome pelangi hati

selamat datang dan melihat isi blog ini,
RSS

Kamis, 07 April 2011

"BUNDA, KAKAK TADI MUKUL AKU"


Cermati apa "pesan" anak di balik pengaduannya.

Sering, kan, begitu pulang ke rumah kita langsung mendapatkan "laporan pandangan mata" dari si prasekolah, "Bunda, Kakak tadi mukul aku." Bukan hanya di rumah, di sekolah pun guru sering mendapatkan pengaduan dari anak-anak didiknya, "Bu Guru, Tito nakal!" atau "Bu Guru, Rio enggak mau menggambar tuh."
Umumnya, anak mengadukan hal-hal yang berasumsi negatif, seperti ketika mendapat perlakuan tak menyenangkan. Anak pun kemungkinan mengadukan nilai-nilai tertentu yang dianggap tidak sesuai dengan pesan orangtua serta gurunya, contohnya mengadukan kakaknya yang berkata kasar/kotor.
5 ALASAN
Sebenarnya, perilaku mengadu yang ditemukan di usia sekitar 3-5 tahun adalah wajar. Selain didukung oleh perkembangan bicara anak yang sudah lancar, perilaku ini juga dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut:
1. Pembentukan Citra Diri
Menurut Kohlberg, dalam perkembangan moral di tahap awal, anak berusaha melihat apa yang boleh dan tidak boleh menurut aturan atau kebiasaan lingkungan. Hal ini juga terkait dengan perkembangan anak dalam proses pembentukan citra dirinya—untuk menunjukkan apakah ia anak baik ataukah tidak baik—dan si prasekolah sedang dalam tahap mengikuti nilai-nilai lingkungan jika lingkungan biasa memberikan respons positif terhadap perilaku anak yang positif. Dengan menunjukkan bahwa ia melakukan yang positif, maka anak berharap mendapatkan pujian atau penerimaan positif dari orang lain. Penerimaan diri ini merupakan hal penting baginya.
2. Cari PerhatianMengadu bisa juga dipakai sebagai salah satu cara untuk mendapatkan perhatian orangtua/guru. Bukankah dengan mengadu, maka orangtua/guru akan menanggapi dan memerhatikan kebutuhannya?
3. Memanipulasi KeadaanAdakalanya anak mengadu untuk memanipulasi keadaan agar teman/adik/kakaknya dimarahi/dihukum. Jadilah ia mengadukan hal-hal yang tak benar. Contoh, dia mengadu dicubit oleh kakaknya sampai sakit padahal si kakak tidak melakukannya. Di sini ada unsur merugikan agar orang tersebut mendapatkan konsekuensi negatif. Biasanya terjadi karena hubungan anak dengan saudara tidak dekat. Jika anak merasa kurang diterima oleh lingkungan, maka cara itu dipakai untuk mendapatkan perhatian positif.
4. Minta BantuanAnak mengadu karena ingin minta tolong dari orang lain untuk menyelesaikan masalah yang dihadapinya. Misal, anak mengadu pada guru di sekolahnya karena temannya tidak mau berbagi mainan pasel. Ini terjadi karena anak kurang memiliki keterampilan sosial dalam menghadapi teman, yaitu melakukan negosiasi sederhana, mengajak anak lain, dan lain sebagainya.
5. MeniruTanpa disadari, sering kali perilaku mengadu dicontoh anak dari orangtua/lingkungan sekitarnya. Anak kerap melihat ayah/ibunya mengadukan hal-hal tak menyenangkan pada pasangannya. Bisa juga ketika si anak berlaku tak baik, ibu sebentar-sebentar berkata, "Nanti Mama bilangin ke Papa, lo!" Tak heran bila akhirnya anak pun ikut-ikutan "gemar" mengadu.
WAJAR & BER-LEBIHAN
Dalam batas wajar, perilaku mengadu memiliki nilai positif. Anak jadi tahu harapan lingkungan terhadap dirinya sehingga dia bisa bersikap seperti yang diharapkan oleh lingkungannya. Selain itu, anak memiliki sifat terbuka; dia mengungkapkan apa yang dihadapi dan diketahuinya.
Namun jika perilaku mengadu sudah berlebihan—anak selalu mengadukan apa pun, siapa pun, dan kapan pun—tentu jadi tak baik buat si anak. Dia bukan hanya akan dilabel sebagai "si pengadu" oleh lingkungan sekitarnya, tetapi juga dijauhi/tidak diterima oleh teman-temannya lantaran perilakunya itu banyak merugikan teman dan orang lain. Akibatnya, anak tidak mempunyai kesempatan dalam mengembangkan keterampilan sosialnya.
Dampak negatif lainnya, anak berkembang jadi sosok yang kurang mandiri, tidak punya konsep diri yang baik, kurang tahan banting dan jadi pribadi yang cengeng serta kurang percaya diri. Anak juga bisa terbentuk menjadi pribadi yang terbiasa cari selamat sendiri, bahkan tega "mengorbankan" orang lain. Apalagi bila orangtua/guru termasuk orang yang mudah termakan oleh pengaduan anak.
BERSIKAP BIJAK
Seiring bertambahnya usia dan perkembangan emosi yang berjalan baik, perilaku mengadu perlahan-lahan menghilang. Terutama di usia sekolah dimana anak sudah memiliki kelompok sebaya, selain juga keterampilan sosial dan kemandirian yang baik.
Akan tetapi, bukan berarti perilaku mengadu ini boleh diabaikan saja, karena anak akan merasa tak dipercaya. Akibatnya, bisa jadi ia malas bercerita dan menghindari sikap terbuka pada orangtua.
Sebaliknya, perilaku mengadu juga tak boleh ditanggapi secara reaktif karena anak akan merasa didukung. Akibatnya, anak akan mengulang-ulang perilaku tersebut. Ingat lo, dampak negatifnya!
Itulah mengapa, orangtua dituntut bersikap bijak dalam menghadapi pengaduan anak. Orangtua harus jeli melihat "pesan" apa yang disampaikan anak lewat perilaku mengadunya dengan mencari tahu faktor penyebabnya. Selain juga perlu menyaring, mana pengaduan yang memang harus ditanggapi serius dan mana yang tidak. Umpama, anak mengadukan dirinya mengalami kekerasan fisik, tentu perlu ditangani segera.
BILA TAK PERNAH MENGADU
Ada juga lo anak yang tak pernah mengadu. Bisa jadi karena dia tergolong tipe tertutup, tapi bisa juga karena memang tak ada masalah sehingga tak ada yang perlu diadukan. Walau begitu, orangtua tetap perlu waspada. Apalagi bila terlihat si anak sering murung. Bisa jadi dia punya masalah namun tidak berani bicara. Orangtualah yang perlu mendorong keberanian anak untuk bicara dan bercerita.
Ada banyak kemungkinan penyebab ketidakberanian tersebut. Bisa karena si anak adalah korban kekerasan teman/saudara/orang di sekitarnya. Biasanya, anak takut mengadu lantaran yang menjahilinya berbadan lebih besar, mengancam dan sebagainya. Akhirnya, ia memilih tak mengadu karena dianggapnya lebih aman.
Bila hal ini berlangsung terus, tentu sangat mengganggu, bahkan merugikan si kecil. Pastinya, anak akan merasa tak aman, tak nyaman dan selalu cemas. Ia tak punya tempat untuk mencurahkan isi hatinya. Karenanya, orangtua harus peka mengenali setiap perubahan anak, sekecil apa pun.

Tidak ada komentar: